Lompat ke isi utama

Berita

Anggota Bawaslu Kota Bandar Lampung Mengikuti Seminar Hukum Pemilu

#SahabatBawaslu, Kamis (02/09 )Anggota Bawaslu Kota Bandar Lampung Yahnu Wiguno Sanyoto, S.IP., M.IP dan Yusni Ilham, S.Sos.I., M.H mengikuti kegiatan Seminar Hukum Pemilu yang dilaksanakan di ruang seminar Fakultas Hukum Uniska MAB Banjarmasin dan diikuti secara daring. Dalam kegiatan ini narasumber merupakan Anggota Bawaslu Republik Indonesia Ratna Dewi Pettalolo, S.H., M.H yang membahas terkait ketetapan hukum yang diterapkan dalam pemilu serta mengatasi penanganan pelanggraran yang terjadi pada pemilihan. Dengan ditariknya RUU Pemilu dari Program Legislasi Nasional Tahun 2021, maka untuk sementara persiapan dan penyelenggaraan Pemilu 2024 akan tetap mendasarkan pada dua UU yang berbeda, yaitu UU 1/2015 beserta perubahannya (UU Pemilihan) dan UU 7/2017 (UU Pemilu). Berdasarkan kerangka hukum pemilu yang ada di Indonesia (UU Pemilu dan UU Pemilihan), terdapat 3 jenis penegakan hukum pemilu, meliputi: penanganan pelanggaran, penyelesaian sengketa proses/TUN, dan penyelesaian perselisihan hasil pemilu. Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kab/Kota menyelesaikan sengketa proses. Putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kab/Kota menjadi bagian upaya administratif sebelum diajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Putusan PTUN bersifat final dan mengikat. Penyelesaian Perselisihan hasil pemilu, baik berdasarkan UU Mahkamah Konstitusi maupun UU Pemilu, memang menjadi kewenangan dari MK. Sementara untuk Perselisihan Hasil Pemilihan, berdasarkan Pasal 157 UU pemilihan, menjadi kewenangan dari badan peradilan khusus. Bawaslu menjadi “pintu masuk” dalam penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa proses/TUN, sementara penyelesaian perselisihan hasil pemilu menjadi kewenangan dari Mahkamah Konstitusi. Bawaslu menjadi pintu masuk penanganan pelangaran seperti pelanggaran administrasi, kode etik penyelenggara pemilu, dan tindak pidana pemilu/pemilihan. Banyaknya lembaga yang terlibat dalam penegakan hukum (Bawaslu, PTUN, PTTUN, MA, MK). Hal ini menyebabkan penyelesaian masalah lebih panjang dan lama sehingga berpotensi menganggu tahapan, serta berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum. Dalam konteks penyelesaian pelanggaran administrasi pemilihan, KPU memposisikan diri sebagai pemeriksa atas rekomendasi Bawaslu. Berbeda dengan pemilu, di mana KPU hanya sebagai eksekutor dari putusan Bawaslu. Batasan waktu penanganan oleh Bawaslu dalam Pemilihan (5 hari kalender) lebih singkat dibandingkan pada Pemilu (14 hari kerja). Ini tentu berkaitan dengan kualitas pembuktian dalam penegakan hukumnya. Terkait hal tersebut pengenai permasalahan dalam mengatasi penanganan pelanggaran yang terjadi pada pemilihan umum oleh Bawaslu dan didukung dengan kordinasi Lembaga lainnya, serta melihat banyaknya kendala dan persoalan yang terjadi dalam mengatasi hal tersebut terdapat usulan dalam perbaikan peraturan. Perlu ada perbaikan norma dalam UU Pemilu dan UU Pilkada yang diarahkan untuk tujuan sebagai berikut: 1. Mengedepankan penyelesaian masalah secara administratif atau etik, sementara pidana hanya diperuntukkan pada perbuatan-perbuatan tertentu yang sifatnya sangat merusak, seperti: Politik uang, mahar politik, atau mengubah hasil perolehan suara. Namun sanksi administratif yang diberikan harus dipandang dapat memberikan efek jera (seperti pelarangan kampanye atau diskualifikasi calon) dan ancaman pidana harus lebih berat. 2. Mengurangi keterlibatan banyak lembaga dalam penyelesaian pelanggaran atau sengketa. 3. Menyamakan tata cara penegakan hukum dalam Pemilu dan Pemilihan. Memperjelas kedudukan badan peradilan khusus, apakah di bawah kekuasaan kehakiman MA atau MK, atau menjadi lembaga terpisah di luar dua kekuasaan kehakiman tersebut. #bawasluri #bawaslulampung #bawaslukotabandarlampung #humasbawaslukotabandarlampung
Tag
BERITA